Definisi dan Sejarah Kaligrafi Arab
Kaligrafi berasal dari akar kata bahasa Latin
“kalios” yang berarti indah, dan “graph” yang berarti tulisan atau
aksara. Dalam bahasa Arab tulisan indah berarti “khath” sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut “calligraphy”.1
Arti seutuhnya kata kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan
bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan cara-cara penerapannya
menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas
garis-garis sebagaimana menulisnya dan membentuknya mana yang tidak
perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu diubah dan menentukan cara
bagaimana untuk mengubahnya.2 Sedangkan pengertian kaligrafi menurut Situmorang3
yaitu suatu corak atau bentuk seni menulis indah dan merupakan suatu
bentuk keterampilan tangan serta dipadukan dengan rasa seni yang
terkandung dalam hati setiap penciptanya.
Kaligrafi merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat jasmani.4 Kaligrafi atau khath,
dilukiskan sebagai kecantikan rasa, penasehat pikiran, senjata
pengetahuan, penyimpan rahasia dan berbagai masalah kehidupan. Oleh
sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam tubuh manusia”.5
Akan tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa
membaca dan “menulis” merupakan perintah Allah SWT yang pertama
diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang tertuang dalam al-Qur’an
surat al-‘Alaq ayat 1-5, yaitu:
“Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang
mengajari (mausia) dengan parantaraan kalam. Dia mengajari manusia apa
yang belum diketahuinya”.6
Dapat dipastikan, kalam atau pena mempunyai kaitan
yang erat dengan seni kaligrafi. Dapat juga dikatakan bahwa kalam
sebagai penunjang ilmu pengetahuan. Wahyu tersebut merupakan “sarana” al-Khaliq dalam rangka memberi petunjuk kepada manusia untuk membaca dan menulis.
Tentang asal-usul kaligrafi itu sendiri, banyak
pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan
kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah yang
paling tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi
Adam As-lah yang pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut
datang dari Allah SWT, sebagaiman firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat
31:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhya…. “ 7
Di samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagamaan
lainnya, misalnya saja, banyak yang percaya bahwa bahasa atau sistem
tulisan berasal dari dewa-dewa. Nama Sanskerta adalah Devanagari,
yang berarti “bersangkutan dengan kota para dewa”. Perkembangan
selanjutnya mengalami perubahan akibat pergeseran zaman dan perubahan
watak manusia.
Akhirnya muncul tafsiran-tafsiran baru tentang
asal-usul tulisan indah atau kaligrafi yang lahir dari ide “menggambar”
atau “lukisan” yang dipahat atau dicoretkan pada benda-benda tertentu
seperti daun, kulit, kayu, tanah, dan batu. Hanya gambar-gambar yang
mengandung lambang-lambang dan perwujudan dari keadaan-keadaan tertentu
yang diasosiasikan dengan bunyi ucap sajalah yang dapat diusut sebagai
awal pembentukan kaligrafi. Dari situlah tercipta sistem atau aturan
tertentu untuk membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif Mesir
Kuno atau sistem yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat
primitif.
Pada mulanya tulisan tersebut berdasarkan pada gambar-gambar.8
Kaligrafi Mesir Kuno yang disebut Hieroglyph berkembang menjadi
Hieratik, yang dipergunakan oleh pendeta-pendeta Mesir untuk keperluan
keagamaan. Dari huruf Hieratik muncul huruf Demotik yang dipergunakan
oleh rakyat umum selama beberapa ribu tahun.9 Tulisan yang ditemukan 3200 SM di lembah Nil ini bentuknya tidak berupa kata-kata terputus seperti tulisan paku,10
tetapi disederhanakan dalam bentuk-bentuk gambar sebagai simbol-simbol
pokok tulisan yang mengandung isyarat pengertian yang dimaksud.
Kaligrafi bentuk inilah yang diduga sebagai cikal bakal kaligrafi Arab.
· Kaligrafi Arab Sebagai Peradaban Islam
Peradaban Islam mulai muncul di permukaan ketika
terjadi hubungan timbal balik antara peradaban orang-orang Arab dengan
non-Arab. Pada mulanya, Islam tidak memerlukan suatu bentuk kesenian;
tetapi bersama jalannya sang waktu, kaum muslimin menjadikan karya-karya
seni sebagai media untuk mengekspresikan pandangan hidupnya. Mereka
membangun bentuk-bentuk seni yang kaya sesuai dengan perspektif
kesadaran nilai Islam, dan secara perlahan mengembangkan gaya mereka
sendiri serta menambah sumbangan kebudayaan di lapangan kesenian.[1] Salah satu bentuknya adalah seni kaligrafi.[2]
Kaligrafi atau biasa dikenal dengan khath [3]
tumbuh dan berkembang dalam budaya Islam menjadi alternatif ekspresi
menarik yang mengandung unsur penyatu yang kuat. Kaligrafi berkembang
pesat dalam kebudayaan Islam adalah: Pertama, karena perkembangan ajaran agama Islam melalui kitab suci Al-Qur’an. Kedua, karena keunikan dan kelenturan huruf-huruf Arab. Khath sendiri
sebagai satu bentuk kesenian yang memiliki aturan yang khas, telah
tumbuh secara lepas maupun terpadukan dalam bagian-bagian unsur bangunan
yang mempunyai makna keindahan tersendiri. Salah satu fakta yang
mempesona dalam sejarah seni dan budaya Islam ialah keberhasilan bangsa
Arab, Persia, Turki dan India dalam menciptakan bentuk-bentuk dan gaya
tulisan kaligrafis ke berbagai jenis variasi, antara lain: Kufi, Riq’ah, Diwani, Tsuluts, Naskhi dan lain-lain.[4]
Seni kaligrafi merupakan kebesaran seni Islam, yang
lahir di tengah-tengah dunia arsitektur. Hal ini dapat dibuktikan pada
aneka ragam hiasan kaligrafi yang memenuhi masjid-masjid dan
bangunan-bangunan lainnya, yang diekspresikan dalam paduan ayat-ayat
suci Al-Qur’an, Al-Hadits atau kata-kata hikmah. Demikian juga mushaf
Al-Qur’an banyak ditulis dengan berbagai corak kaligrafi.
Berdasarkan eksistensi tulisan (huruf Arab) pada saat
pengekspresiannya, dibedakan pengertian antara kaligrafi murni dan
lukisan kaligrafi. Keduanya agak berjauhan satu sama lain. Kaligrafi
murni adalah seni tulis indah yang mengikuti pola-pola kaidah yang sudah
ditentukan dengan ketat, yaitu bentuk-bentuk yang tetap berpegang pada
rumus-rumus dasar kaligrafi yang baku (kaidah khathiyah). Di sini dapat dibedakan dengan jelas aliran-aliran seperti Naskhi, Tsuluts, Rayhani, Diwani, Diwani Jali, Farisi, Kufi dan Riq’ah.11
Penyimpangan atau pencampuradukkan satu dengan yang lain dipandang
sebagai suatu kesalahan, karena dasarya tidak cocok dengan rumus-rumus
yang sudah ditetapkan.12
Kaligrafi yang dikenal dalam bentuk ragamnya
sekarang, mempunyai asal-usul yang cukup panjang dan berliku.
Perkembangannya telah dimulai sejak berabad-abad yang lampau, dimulai
dari pemerintahan Dinasti Ummayah (661-750 M) dengan pusatnya di
Damaskus, Syria sampai pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258 M)
dengan pusatnya di Bagdad, dan berlanjut lagi pada masa-masa
pemerintahan Fatimiyah (969-1171 M), pemerintahan Ayyub (1771-1250 M),
pemerintahan Mameluk (1250-1517 M) dengan pusatnya di Mesir,
pemerintahan Usmaniah (1299-1922 M) dan pemerintahan Safavid Persia
(1500-1800 M). Demikian lamanya pengembangan kaligrafi Islam berlangsung
hingga mencapai kematangannya.25
Dalam perjalanannya, kaligrafi Arab yang lebih sering
menjadi alat visual ayat-ayat al-Qur’an, tumbuh tertib mengikuti
rumus-rumus berstandar (al-khath al-mansub) olahan Ibnu Muqlah26
yang sangat ketat. Standarisasi yang menggunakan alat ukur titik belah
ketupat, alif dan lingkaran untuk mendesain huruf-huruf itu mencerminkan
“etika berkaligrafi” dan kepatuhan pada “kaidah murni” aksara Arab.
Namun, belakangan muncul gerakan yang menjauhkan diri
dari kebekuan ikatan-ikatan tersebut. Kreasi mutakhir yang “menyimpang”
dari grammar lama ini populer dengan sebutan “kaligrafi kontemporer”,
merujuk pada gaya masa kini yang penuh dinamika dan kreatifitas dalam
mencipta karya yang serba aneh dan unik,27
seperti karya-karya kaligrafis yang dibuat di atas kayu, kanvas lukis,
atau bahan lain yang menggambarkan beberapa ayat Al-Qur’an atau Hadits
Nabi, atau karya mandiri dari seniman.
Sumber Tulisan;
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. XXIV, Oktober 1997
D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrai Islam, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, cet. I, edisi II, Mei 2000)
Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Bandung: Penerbit Angkasa, cet. X, 1993),
Tim Disbintalad, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, cet.V, 1993)
Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskhi, Tuntutan Menulis Huruf Halus Arab dengan Metode Komparatif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1985
M. Abdul Jabbar Beg, Seni di dalam Peradaban Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1988)
1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. XXIV, Oktober 1997), hlm. 95.
2 D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrai Islam, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, cet. I, edisi II, Mei 2000), hlm. 3.
3 Lihat Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Bandung: Penerbit Angkasa, cet. X, 1993), hlm. 67.
4 D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrafi Islam, hlm. 4.
5 Ibid., hlm. 5.
6 Tim Disbintalad, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, cet.V, 1993), hlm. 1256
7 Ibid., hlm. 9.
8 D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrafi Islam, hlm. 8-9.
9 Abdul Karim Husain, Seni Kaligrafi Khat Naskhi, Tuntutan Menulis Huruf Halus Arab dengan Metode Komparatif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1985), hlm. 6.
10 Lihat D. Sirojuddin AR., Seni kaligrafi Islam, hlm. 10.
[1] M. Abdul Jabbar Beg, Seni di dalam Peradaban Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1988), hlm. 1.
[2] Lihat Bab II, hlm. 16.
[3] Berarti garis atau tulisan indah. Garis lintang, equator atau khatulistiwa terambil dari kata Arab, khathul istiwa, melintang elok membelah bumi jadi dua bagian yang indah. Lihat D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. I, edisi II, Mei 2000), hlm. 3.
[4] Lihat Ibid., hlm. 281-355.
11 Khath Kufi disebut khath Muzawwa, yakni jenis tulisan Arab yang berbentuk siku-siku. Tulisan ini semula berasal dari khath Hieri (Hirah), suatu tempat bernama Hirah dekat Kufa, kemudian tulisan ini dikenal dengan nama Kufi. Khath Naskhi atau Nasakh
merupakan salah satu tulisan kursif paling awal, namun memperoleh
popularitas baru setelah dirancang kembali oleh Ibnu Muqlah pada abad
ke-10 M. Khath Tsuluts pertama kali dirumuskan pada abad ke-7 M pada masa kekhalifahan Umayyah. Tsuluts
berarti “sepertiga”—karena pertimbangan garis lurusnya terhadap garis
lengkungnya, atau karena tulisan ini adalah sepertiga dari ukuran
tulisan lain yang populer pada masa itu. Khath Farisi (Ta’liq)
pertama kali berkembang di Persia pada masa pemerintahan Dinasti
Safavid (1500-1800 M) kemudian Pakistan, India dan Tuki. Pada masa
pemerintahan Shah Ismail dan Shah Tahmasp, perkembangan khath Farisi mengalami kemajuan yang pesat, sehingga tulisan ini menjadi satu-satunya tulisan yang berlaku di Persia. Khath Riq’ah
adalah satu bentuk tulisan yang dapat ditulis dengan cepat, yang hampir
mirip dengan cara menulis stenografi. Tulisan ini ditemukan pada abad
15 M. Khat Rayhani pertama kali dikembangkan pada abad ke-9 M oleh Ali ibn Al-Ubaydah Al-Rayhani, yang berasal dari khath Naskhi dan khath Tsuluts. Lihat Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 68-97 dan Yasin Hamid Safadi, Kaligrafi Islam, terj. Abdul Hadi W.M. (Jakarta: PT. Pantja Simpati, cet. I, 1986), hlm. 44-86. Khath Diwani adalah perkembangan tulisan Usmaniyyah pada akhir abad ke-15 M, dari tulisan Ta’liq Turki oleh Ibrahim Munif. Khath Diwani Jali merupakan tulisan Diwani yang mengembangkan ragam ornamental, juga dikenal sebagai Humayuni (kerajaan). Lihat Yasin Hamid Safadi, hlm. 32.
12 D. Sirojuddin AR., Seni Kaligraf Islam, hlm. 11.
25 Oloan Situmorang, Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya, hlm. 64.
26 Seorang kaligrafer yang paling kuasa mengubah dan mengembangkan prinsip-prinsip kaligrafi, dari model kufi
yang konservatif pada bentuk-bentuk, gambar-gambar artistik dalam
ukuran-ukuran seimbang dan gaya susun indah yang terus dipakai sampai
sekarang. Ia dikenal sebagai Bapak Kaligrafer. Lihat D. Sirojuddin AR., Seni Kaligrafi Islam, hlm. 89-96.
27 Ibid., hlm. 165-166.
Sumber: http://ukonpurkonudin.blogspot.com/2011/08/definisi-dan-sejarah-kaligrafi-arab.html
No comments:
Post a Comment